Net Protozo – Sembelit atau konstipasi merupakan gangguan pencernaan yang umum terjadi pada anak-anak. Kondisi ini ditandai dengan frekuensi buang air besar yang jarang serta feses yang keras. Pada beberapa kasus, feses yang terlalu keras bahkan dapat menyebabkan rasa sakit luar biasa hingga membuat anak menangis saat buang air besar.
Banyak orangtua yang mencoba mengatasi masalah ini dengan memberikan pepaya, karena dipercaya dapat melancarkan sistem pencernaan. Namun, menurut dokter spesialis anak konsultan gastrohepatologi, dr. Himawan Aulia Rahman, solusi tersebut belum tentu efektif bila sembelit sudah tergolong parah. Dalam pernyataannya pada acara temu media bersama RS Pondok Indah di Jakarta, ia menjelaskan bahwa perubahan pola makan seperti konsumsi pepaya biasanya tidak cukup jika kondisi sembelit sudah berat.
Ia menegaskan bahwa dalam kasus seperti ini, feses yang keras harus terlebih dahulu dikeluarkan melalui penanganan medis. Jika tidak, kondisi anak dapat semakin memburuk. Himawan menyarankan orangtua agar tidak menunda membawa anak ke dokter bila anak tampak kesakitan saat buang air besar. Dalam situasi seperti ini, upaya pengobatan rumahan tidak akan memberikan hasil maksimal.
Baca Juga : Mastitis pada Sapi dan Dampaknya terhadap Produksi Susu
Selain mencari pengobatan, penting bagi orangtua untuk memahami penyebab sembelit agar dapat mencegahnya di kemudian hari. Salah satu periode yang rentan menyebabkan sembelit pada anak adalah saat pertama kali dikenalkan pada makanan pendamping ASI (MPASI), sekitar usia enam bulan. Pada fase ini, perubahan dari makanan cair menjadi makanan padat membuat tekstur feses menjadi lebih padat, yang dapat memicu sembelit jika asupan serat dan cairan kurang.
Fase rentan lainnya adalah ketika anak berusia antara satu hingga dua tahun, yaitu saat orangtua mulai mengenalkan toilet training. Masalah dapat muncul jika proses ini dilakukan tanpa persiapan yang memadai. Anak yang belum siap secara psikologis mungkin akan merasa tertekan dan akhirnya menahan keinginan buang air besar. Kebiasaan ini dapat membuat feses mengeras di dalam usus. Saat akhirnya dikeluarkan, rasa sakit yang timbul bisa menimbulkan trauma dan memperburuk kecenderungan anak untuk terus menahan buang air besar.
Tidak hanya faktor fisik, aspek psikologis juga memiliki peran penting dalam menyebabkan sembelit pada anak. Himawan menjelaskan bahwa stres dapat menjadi salah satu pemicunya. Misalnya, ketika anak baru mulai sekolah atau pindah ke sekolah baru, perubahan lingkungan ini bisa menyebabkan rasa tidak nyaman. Anak menjadi enggan untuk buang air besar di toilet umum atau toilet yang berbeda dari rumahnya. Akibatnya, anak menahan buang air besar yang kemudian memicu sembelit.
Kondisi serupa juga dapat terjadi ketika anak diajak bepergian ke luar kota dan tidak merasa nyaman dengan lingkungan barunya. Perasaan tidak aman saat harus buang air besar di tempat asing membuat anak kembali menahan keinginan tersebut. Dalam jangka panjang, hal ini akan membentuk pola sembelit yang terus berulang.
Selain itu, pengalaman kehilangan orang terdekat, seperti anggota keluarga, juga dapat menjadi stresor yang berdampak pada saluran cerna anak. Anak yang mengalami stres emosional dapat menunjukkan reaksi fisik seperti sembelit. Mereka menahan buang air besar karena trauma atau kecemasan, dan akhirnya mengalami rasa sakit yang memperparah siklus sembelit tersebut.
Dalam menghadapi masalah ini, Himawan menyarankan agar penanganan tidak hanya berfokus pada aspek medis semata. Orangtua perlu memahami bahwa faktor emosional dan psikologis juga memiliki peran penting. Oleh karena itu, selain mencari pertolongan medis untuk mengatasi feses yang keras, pendekatan yang lebih lembut dan penuh pengertian dalam mendampingi anak juga dibutuhkan.
Mengelola pola makan yang sehat, memberikan cukup asupan cairan, memastikan anak merasa nyaman selama toilet training, dan menjaga kestabilan emosional anak adalah langkah-langkah penting untuk mencegah sembelit berulang. Dengan pendekatan yang tepat dan perhatian terhadap berbagai faktor penyebabnya, anak dapat terhindar dari siklus sembelit yang menyakitkan.
Simak Juga : Kulit Glowing ala Skin Icing, Ini Manfaat Es Batu untuk Wajah