Net Protozo – Myasthenia Gravis (MG) adalah sebuah penyakit autoimun yang seringkali keliru dianggap sebagai gejala stres atau kelelahan akibat tekanan kerja. Di tengah gaya hidup modern yang serba cepat, banyak orang menganggap kelelahan berkepanjangan sebagai tanda burnout atau kelelahan biasa. Namun, pada kenyataannya, kelelahan tersebut bisa menjadi tanda awal dari Myasthenia Gravis. Sebuah kondisi serius yang menyerang sistem saraf dan otot tubuh.
Myasthenia Gravis merupakan penyakit neuromuskular kronis yang ditandai dengan kelemahan otot yang bersifat fluktuatif. Artinya gejalanya bisa muncul dan hilang secara bergantian. Penyakit ini menyebabkan gangguan komunikasi antara saraf dan otot, sehingga otot menjadi lemah dan mudah lelah. Kondisi ini berbeda dengan kelelahan biasa yang dialami oleh banyak orang karena faktor pekerjaan atau tekanan psikologis.
Beberapa gejala umum MG yang sering muncul antara lain adalah ptosis atau kelopak mata yang turun, penglihatan ganda, suara menjadi sengau, kesulitan saat menelan, serta kelelahan otot yang semakin berat saat melakukan aktivitas fisik. Sayangnya, gejala-gejala ini kerap disalahartikan sebagai akibat dari stres, kelelahan biasa, atau gangguan psikologis lainnya. Padahal, jika dibiarkan tanpa penanganan yang tepat, MG dapat menimbulkan komplikasi serius hingga mengancam nyawa.
Salah satu komplikasi paling berat dari MG adalah krisis miastenik, yaitu kondisi ketika otot pernapasan menjadi lumpuh. Dalam kondisi ini, pasien tidak mampu bernapas sendiri dan memerlukan alat bantu pernapasan untuk bertahan hidup. Oleh karena itu, penanganan dan diagnosis yang cepat sangat penting agar komplikasi tersebut dapat dihindari.
Baca Juga : Ablasi Jantung: Solusi Minim Invasif Atasi Aritmia Tipe Cepat
Menurut dr. Ahmad Yanuar Safri, SpS(K), dokter spesialis saraf dari RSCM, pengobatan yang tepat dan akses terapi yang konsisten sangat menentukan kualitas hidup pasien MG. Ia menegaskan bahwa pasien harus mendapatkan pengobatan yang berkelanjutan agar gejala dapat dikendalikan dan kualitas hidup tetap terjaga. Hal ini menunjukkan pentingnya kesadaran masyarakat dan tenaga medis dalam mengenali serta menangani MG secara serius.
Selain dr. Ahmad, dr. Zicky Yombana, Sp.S dari RS Brawijaya Saharjo juga mengingatkan bahwa masih banyak masyarakat yang mengabaikan gejala awal MG. Banyak orang mencoba mendiagnosis sendiri melalui informasi yang ditemukan di internet atau yang dikenal dengan istilah “Jebakan Dr. Google”. Kebiasaan ini berisiko menyebabkan keterlambatan dalam mencari penanganan medis yang tepat. Diagnosis dini adalah kunci utama untuk mencegah terjadinya komplikasi berbahaya.
Sebagai seorang dokter sekaligus pasien MG, dr. Zicky menekankan pentingnya untuk segera berkonsultasi ke dokter spesialis saraf apabila mengalami kelemahan otot yang muncul dan hilang secara bergantian. Deteksi dini membuka peluang bagi pengobatan yang efektif dan mencegah risiko krisis miastenik yang bisa mengancam nyawa.
Pengalaman pasien MG juga memberikan gambaran nyata tentang bagaimana penyakit ini dapat mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Annisa Kharisma, seorang pasien yang juga aktif di YMGI (Yayasan Myasthenia Gravis Indonesia), mengungkapkan bahwa bagian tersulit adalah rasa bingung dan ketidakpastian. Ia sering kali diberitahu bahwa kondisinya hanya akibat stres atau kurang tidur, sehingga sempat meragukan dirinya sendiri. Annisa berharap kisahnya dapat menginspirasi masyarakat untuk lebih sadar dan tidak ragu mencari pemeriksaan medis jika merasakan gejala serupa.
Dari sisi penelitian, sebuah studi yang diterbitkan di Frontiers in Neurology oleh Khateb dan Shelly pada tahun 2025 menunjukkan bahwa tingkat kematian pada pasien MG mencapai 14 persen dalam lima tahun pertama sejak gejala muncul, dan meningkat menjadi 21 persen dalam sepuluh tahun. Komplikasi utama yang berkontribusi pada angka kematian ini adalah krisis pernapasan yang memerlukan perawatan intensif.
Menanggapi hal ini, Presiden Direktur Menarini Indonesia, Idham Hamzah, menyatakan komitmen perusahaan untuk menyediakan terapi berkualitas bagi pasien MG di Indonesia. Ia berharap dengan dukungan terapi yang tepat, pasien dapat terdiagnosis lebih cepat dan mendapatkan penanganan yang efektif sehingga kualitas hidup mereka dapat meningkat.
Kesimpulannya, Myasthenia Gravis bukanlah sekadar rasa lelah biasa atau akibat tekanan psikologis semata. Penyakit autoimun ini memerlukan perhatian serius karena dapat mengancam nyawa jika tidak ditangani dengan tepat. Mengenali gejala awal dan segera berkonsultasi dengan dokter spesialis saraf adalah langkah penting untuk mencegah komplikasi serius. Oleh karena itu, jangan menunda pemeriksaan medis jika mengalami kelelahan otot yang tidak biasa agar kesehatan tetap terjaga dan risiko berbahaya dapat diminimalisasi.
Simak Juga : Skleroderma: Penyakit Autoimun yang Pengaruhi Kulit dan Organ