Net Protozo – Di tengah berita yang seolah tenang soal pandemi, sinyal peningkatan kasus COVID-19 kembali terdengar bukan dari dalam negeri, melainkan dari negara-negara tetangga seperti Thailand, Malaysia, Hong Kong, dan Singapura. Negara-negara ini melaporkan lonjakan infeksi, sebagian dipicu oleh subvarian baru yang belum sepenuhnya dikenal luas oleh publik.
Indonesia memang belum menunjukkan lonjakan serupa, tetapi para ahli menyarankan satu hal penting: jangan tunggu sampai terlambat.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit di berbagai negara Asia kini tengah memantau peningkatan varian-varian turunan Omicron seperti XEC, JN.1, LF.7, dan NB.1.8. Singapura dan Hong Kong mencatat tren naik cukup signifikan, sementara Malaysia dan Thailand juga melaporkan varian serupa mulai mendominasi kasus baru.
Di Indonesia sendiri, varian yang terdeteksi sejauh ini masih didominasi oleh MB.1.1, sebuah turunan Omicron yang belum dikategorikan sebagai Variant of Interest (VOI) oleh WHO. Namun, kehadiran subvarian lain tidak bisa diabaikan, mengingat arus pergerakan antarnegara yang terus meningkat pascapandemi.
Baca Juga : 7 Momen Ideal Minum Air Kelapa, Bikin Tubuh Makin Sehat
Prof. Tri Wibawa, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM), menyampaikan bahwa Indonesia sebaiknya mulai menyiapkan langkah mitigasi ringan, meski situasi masih terkendali. “Belajar dari pengalaman pandemi lalu, penyebaran bisa terjadi sangat cepat. Jadi lebih baik kita bersiap,” ujar Tri.
Pendapat serupa disampaikan oleh epidemiolog Dicky Budiman. Menurutnya, Indonesia tetap harus waspada karena kemungkinan underreporting tinggi, terutama karena menurunnya kapasitas testing dan pengawasan genomik di banyak daerah.
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Surat Edaran Nomor HK.02.02/C/1450/2024 pada akhir Mei lalu, yang menekankan peningkatan kewaspadaan terhadap kasus COVID-19. Salah satu poin penting dalam edaran tersebut adalah penguatan surveilans dan pengawasan perbatasan, khususnya di pelabuhan udara dan laut.
Komisi IX DPR RI turut menyoroti lonjakan kasus di negara tetangga sebagai sinyal yang tak boleh diabaikan. Mereka mendorong agar strategi vaksinasi booster dilanjutkan, terutama untuk kelompok lansia dan penderita komorbid yang paling rentan.
Baca Juga : Daging Kurban: Cara Menyimpan dengan Benar agar Tetap Bergizi
Meski tidak ada perintah resmi pembatasan, masyarakat tetap memiliki peran besar dalam mencegah potensi gelombang baru. Berikut beberapa langkah penting yang dianjurkan:
Poin-poin ini telah terbukti efektif dalam menghambat penyebaran virus selama masa pandemi puncak dan tetap relevan hari ini.
Satu tantangan besar dalam mengelola fase pascapandemi adalah menjaga keseimbangan antara kebebasan aktivitas masyarakat dengan tanggung jawab kesehatan publik. Pemerintah, media, dan tokoh masyarakat perlu menyampaikan pesan yang tidak menimbulkan kepanikan, tetapi tetap mendorong kewaspadaan.
Kunci dari komunikasi risiko yang efektif adalah transparansi data, konsistensi pesan, dan penyampaian yang empatik. Dengan ini, masyarakat akan lebih mudah menerima arahan dan ikut serta dalam menjaga situasi tetap terkendali.
Penguatan sistem kesehatan lokal menjadi langkah strategis yang tidak bisa ditunda. Di antaranya:
Ini bukan sekadar soal virus tetapi bagaimana kita mengelola perubahan gaya hidup, pola interaksi, dan kebijakan publik di tengah ketidakpastian global. Dalam konteks itulah, kesiapsiagaan bukan hanya strategi, tapi investasi sosial yang harus dirawat bersama.