Net Protozo – Istilah darurat seblak mencuat setelah unggahan seorang dokter di media sosial TikTok menjadi viral. Ia menceritakan pengalaman menangani pasien berusia 21 tahun yang hampir setiap hari hanya mengonsumsi seblak, bahkan enggan menyentuh nasi. Kondisi ini membuat pasien mengalami demam, nyeri perut, hingga sulit bergerak. Setelah dirawat intensif, pasien tersebut membaik, tetapi kasusnya menimbulkan perhatian luas.
Fenomena ini tidak hanya tentang satu orang, melainkan menggambarkan pola konsumsi yang kian populer di kalangan remaja. Seblak, makanan berbahan dasar kerupuk basah yang dimasak dengan bumbu pedas, digemari karena praktis, murah, dan menggugah selera. Namun, di balik popularitasnya, ada risiko kesehatan yang serius bila makanan ini menjadi konsumsi utama sehari-hari.
Pakar gizi menyoroti bahwa seblak didominasi oleh bahan tepung dengan kandungan gizi yang minim. Kalorinya memang tinggi, tetapi miskin protein, vitamin, dan mineral. Dalam jangka panjang, pola makan seperti ini dapat menimbulkan masalah malnutrisi. Tubuh kekurangan zat penting yang seharusnya mendukung fungsi otot, tulang, hingga sistem imun.
Selain itu, bumbu seblak yang cenderung pedas dan asin dapat memperparah kondisi lambung. Dokter spesialis pencernaan memperingatkan risiko gastritis erosif, yakni peradangan pada dinding lambung yang bisa menimbulkan nyeri hebat dan komplikasi lain. Sementara kadar garam yang tinggi meningkatkan risiko hipertensi, penyakit jantung, hingga kolesterol.
Baca Juga : Memahami Skizofrenia, Gangguan Mental Berat pada Perubahan Struktural Otak
Fenomena darurat seblak tidak bisa dipandang remeh. Jika dibiarkan, kebiasaan mengonsumsi seblak berlebihan bisa menimbulkan efek domino pada kesehatan masyarakat. Risiko ini sangat terasa bagi remaja yang sedang dalam masa pertumbuhan, karena kebutuhan nutrisi mereka lebih tinggi dibanding orang dewasa.
Selain itu, konsumsi seblak sebagai makanan utama menyingkirkan makanan pokok yang seharusnya lebih bergizi, seperti nasi, lauk berprotein, serta sayur dan buah. Akibatnya, tubuh tidak mendapat asupan seimbang, yang dalam jangka panjang bisa menurunkan kualitas kesehatan generasi muda Indonesia.
Berikut adalah rangkuman beberapa dampak serius jika seblak menjadi makanan dominan dalam pola makan sehari-hari:
Daftar di atas memperlihatkan bahwa seblak bukanlah sekadar makanan ringan biasa jika dikonsumsi terus-menerus. Dampaknya bisa serius dan berlangsung dalam jangka panjang.
Mengatasi darurat seblak tidak cukup hanya dengan melarang atau menakut-nakuti masyarakat. Solusi terbaik adalah meningkatkan literasi gizi, terutama di kalangan remaja. Sekolah, keluarga, dan media sosial dapat menjadi saluran efektif untuk menyebarkan pesan tentang pentingnya makanan bergizi seimbang.
Selain itu, para pedagang seblak bisa diajak untuk lebih kreatif dengan menambahkan bahan bernutrisi, seperti sayuran, telur, atau seafood. Dengan demikian, meskipun seblak tetap menjadi pilihan, setidaknya kandungan gizinya meningkat. Langkah kecil ini dapat membantu menekan risiko kesehatan tanpa harus menghilangkan makanan yang sudah telanjur populer.
Simak Juga : Obat Baru untuk Kanker Payudara ‘Verzenio’, Mengurangi Risiko Kekambuhan
Daripada menutup dengan kesimpulan, lebih tepat untuk membicarakan langkah konkret yang bisa ditempuh bersama. Pertama, pemerintah perlu memperkuat program edukasi gizi di sekolah dan kampus. Kedua, keluarga sebaiknya memastikan menu sehari-hari tetap beragam dengan kombinasi karbohidrat, protein, sayur, dan buah. Ketiga, tenaga medis harus proaktif melakukan monitoring gizi, terutama di fasilitas kesehatan dasar.
Dengan pendekatan kolaboratif, fenomena darurat seblak bisa diubah menjadi momentum untuk membangun kesadaran tentang pola makan sehat. Generasi muda bukan hanya perlu menikmati makanan yang lezat, tetapi juga memahami bahwa kesehatan adalah investasi jangka panjang.