Net Protozo – Penyakit akibat virus Hanta kembali menjadi perhatian setelah ditemukan delapan kasus di Indonesia per 19 Juni 2025. Semua pasien telah dinyatakan sembuh, dan kasus yang dilaporkan merupakan jenis Hemorrhagic Fever with Renal Syndrome (HFRS). Jenis ini dikenal menyerang ginjal dan pembuluh darah serta lebih umum ditemukan di wilayah Asia dan Eropa.
Menurut epidemiolog Dicky Budiman, gejala penyakit virus Hanta sangat bergantung pada tipe sindrom yang diderita. Ada dua tipe utama, yakni HFRS yang menyerang ginjal, dan Hantavirus Pulmonary Syndrome (HPS) yang menyerang paru-paru dan lebih sering ditemukan di benua Amerika.
Dicky menjelaskan bahwa gejala awal dari penyakit ini menyerupai flu. Beberapa tanda umumnya antara lain demam tinggi, sakit kepala, nyeri otot khususnya di punggung dan paha, serta rasa lelah yang ekstrem. Namun, pada tahap lanjutan, gejala akan mengikuti organ yang diserang.
Untuk tipe HPS, biasanya muncul batuk kering, sesak napas, hingga penumpukan cairan di paru-paru. Gejala ini dapat menyerupai pneumonia berat dan harus segera ditangani. Sedangkan pada tipe HFRS, pasien bisa mengalami nyeri perut, penurunan tekanan darah, dan berisiko mengalami gagal ginjal akut hingga pendarahan.
Baca Juga : Gejala Stroke: Kenali Gejala Awal dan Cara Efektif Mencegahnya
Meski terkesan berbahaya, hingga saat ini belum ada obat antivirus yang secara spesifik mampu mengatasi infeksi Hantavirus. Penanganan yang dilakukan bersifat simtomatik atau berdasarkan gejala. Jika pasien mengalami demam, maka diberikan obat penurun panas. Begitu pula jika ada gangguan organ lain, terapi akan disesuaikan dengan kondisi yang dialami, seperti bantuan oksigen dan ventilator bila terdapat gangguan pernapasan, serta terapi dialisis pada kasus gagal ginjal.
Dicky menekankan bahwa tanpa penanganan medis yang tepat, virus ini dapat berujung pada kematian. Risiko kematian paling tinggi terdapat pada tipe HPS, dengan tingkat fatalitas bisa mencapai 30 hingga 40 persen jika tidak segera ditangani. Infeksi ini dapat menyebabkan gagal napas akut yang berujung pada kematian mendadak. Sementara pada tipe yang menyerang ginjal, komplikasi seperti syok, gagal ginjal, dan pendarahan serius juga menjadi ancaman nyata.
Dalam upaya pencegahan, masyarakat diimbau untuk menghindari paparan langsung terhadap tikus dan kotorannya, yang menjadi sumber utama penyebaran virus Hanta. Pencegahan juga mencakup menjaga kebersihan lingkungan dan penggunaan alat pelindung diri saat membersihkan area yang berisiko terkontaminasi, seperti gudang atau lumbung.
Dicky menyarankan agar kotoran tikus tidak langsung disapu karena dapat menimbulkan partikel yang terhirup. Sebaiknya, area tersebut disemprot terlebih dahulu dengan disinfektan. Masyarakat juga perlu memakai sarung tangan dan masker saat membersihkan tempat yang rentan.
Sejauh ini, delapan kasus virus Hanta yang ditemukan di Indonesia semuanya merupakan tipe HFRS. Kejadian ini tersebar di empat provinsi, yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Utara. Salah satu kasus yang sempat mencuri perhatian publik adalah pasien di Kabupaten Bandung Barat, yang dirawat di RSUP dr. Hasan Sadikin pada 20 Mei 2025.
Menurut Aji Muhawarman, Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Kesehatan, seluruh kasus tersebut telah ditangani dengan baik dan semua pasien telah sembuh. Pemerintah melalui Kemenkes bersama dengan berbagai instansi, termasuk Dinas Kesehatan dan Puskesmas setempat, telah melakukan penyelidikan epidemiologi serta pengendalian terhadap vektor penyakit.
Dengan adanya penanganan yang cepat dan kolaboratif, penyebaran virus Hanta di Indonesia dapat dikendalikan. Namun demikian, kewaspadaan masyarakat tetap diperlukan, terutama dalam menjaga kebersihan lingkungan serta mencegah kontak dengan hewan pembawa virus, agar potensi penyebaran tidak semakin meluas.
Simak Juga : Apa Itu Gastroenteritis Akut, yang Dialami Kylian Mbappe?