Net Protozo – Ketamin semakin menjadi perhatian setelah laporan terbaru BPOM RI menunjukkan peningkatan penyalahgunaan obat ini di masyarakat. Upaya memasukkan ketamin ke dalam golongan psikotropika dinilai mendesak untuk mencegah dampak buruk yang lebih luas.
Ketamin adalah obat yang awalnya dikembangkan sebagai anestesi umum dan digunakan secara terbatas di dunia medis. Namun, penyalahgunaan obat ini telah menjadi tren yang mengkhawatirkan, terutama di luar pengawasan dokter.
“Simak Juga: Kopi Menyebabkan Tremor, Mengapa?”
Laporan BPOM RI menunjukkan peningkatan signifikan dalam distribusi ketamin dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2024, sebanyak 440 ribu vial ketamin didistribusikan, meningkat 87 persen dibandingkan tahun 2023 yang hanya mencatat 235 ribu vial.
Yang lebih mengkhawatirkan, distribusi ke apotek umum mencapai 152 ribu vial pada 2024, melonjak 246 persen dari tahun sebelumnya. Ketamin yang dijual di apotek rawan disalahgunakan karena pembeli dapat memperolehnya tanpa resep dokter dan tanpa pengawasan medis.
Dalam praktik medis, ketamin hanya digunakan di rumah sakit dengan pengawasan dokter. Dokter juga harus memastikan pasien tidak memiliki alergi atau riwayat penyakit tertentu untuk menghindari efek samping berbahaya.
Meski FDA Amerika Serikat hanya mengakui ketamin sebagai anestesi umum, penggunaannya secara off-label telah meluas untuk sejumlah kondisi. Berikut beberapa penggunaan off-label yang paling umum:
Ketamin dosis rendah sering digunakan untuk meredakan nyeri hebat, seperti pada pasien dengan trauma, patah tulang, nyeri perut, nyeri lengan atau kaki, hingga nyeri punggung bawah.
Status epileptikus adalah kondisi kejang lebih dari 5 menit atau kejang berulang dalam waktu singkat. Ketamin ditemukan efektif mengatasi status epileptikus refrakter (RSE), kondisi yang tidak merespons obat standar. Meski menjanjikan, studi lebih lanjut diperlukan untuk memastikan keamanannya.
Penelitian pada tahun 2017 menunjukkan bahwa ketamin dapat membantu mengatasi depresi. Namun, data yang terbatas membuat praktisi medis perlu mempertimbangkan risiko penggunaannya sebelum meresepkan obat ini.
Ketamin juga dipelajari untuk mengatasi gangguan kecemasan sosial (social anxiety disorder). Meskipun hasil awal menjanjikan, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mendukung penggunaan ini secara luas.
Data menunjukkan penyalahgunaan ketamin injeksi semakin meningkat di masyarakat. BPOM RI memandang penting untuk mengatur distribusinya lebih ketat dengan memasukkannya ke dalam golongan psikotropika. Langkah ini diharapkan dapat membatasi akses yang tidak bertanggung jawab dan menekan risiko penyalahgunaan.
Dengan regulasi yang tepat, ketamin tetap dapat digunakan secara aman dan efektif di dunia medis, sekaligus melindungi masyarakat dari dampak buruk akibat penyalahgunaannya.
“Baca Juga: Fenomena Menguap, Apa yang Sebenarnya Terjadi di Tubuh Kita?”