Net Protozo – Masuk angin adalah istilah yang sering digunakan oleh masyarakat Indonesia untuk menggambarkan fenomena masuk angin, yaitu kondisi tubuh yang merasa kurang sehat setelah terpapar cuaca dingin atau kehujanan. Namun, dalam dunia medis, istilah masuk angin tidak dikenal sebagai kategori penyakit yang resmi. Sebaliknya, masuk angin dianggap sebagai gejala yang mungkin merupakan bagian dari penyakit lain, seperti flu atau gangguan kesehatan lainnya.
Menurut Prof. Dr. Atik Triratnawati, seorang dosen antropologi dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (UGM), masuk angin sebenarnya merupakan sebuah fenomena budaya. Dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Antropologi Kesehatan, Atik menjelaskan bahwa masuk angin berada di antara ranah medis dan budaya. Masyarakat Jawa dan secara luas masyarakat Indonesia memaklumi kondisi ini sebagai gangguan kesehatan yang memiliki makna khusus dalam konteks budaya mereka.
Secara budaya, masuk angin sering dikaitkan dengan hal-hal magis atau sihir. Gejala yang muncul pun tidak jauh berbeda dengan penyakit lain, seperti rasa tidak nyaman di badan yang membuat penderitanya tidak bisa beraktivitas seperti biasa. Dalam tradisi Jawa, masuk angin dibagi menjadi tiga kategori, yaitu masuk angin biasa, masuk angin berat, dan masuk angin kasep atau yang dikenal dengan istilah angin duduk.
Baca Juga : Sinar UV dan Dampaknya bagi Kesehatan Kulit
Masuk angin biasa biasanya dianggap sebagai kondisi ringan. Orang yang mengalaminya masih mampu menjalani aktivitas sehari-hari tanpa banyak gangguan. Gejala yang muncul antara lain rasa kembung, panas di badan, dan pegal-pegal. Kondisi ini sering kali dianggap sebagai akibat kelelahan setelah melakukan pekerjaan berat.
Masuk angin berat merupakan kategori yang lebih serius. Gejala pada tahap ini biasanya tidak langsung dirasakan secara intens oleh pengidapnya. Sering kali orang yang mengalami masuk angin berat menunda makan, minum, dan istirahat karena ingin menyelesaikan pekerjaannya terlebih dahulu. Akibatnya, gejala tambahan seperti muntah dan diare bisa muncul. Kedua gejala ini menjadi pembeda utama antara masuk angin biasa dan masuk angin berat.
Jenis masuk angin yang terakhir adalah angin kasep atau angin duduk. Kondisi ini muncul jika masuk angin yang dialami tidak segera diatasi. Gejala awal sering diabaikan, namun kemudian muncul secara tiba-tiba dengan rasa nyeri yang hebat, khususnya di bagian dada, sehingga penderitanya bisa jatuh tersungkur. Istilah angin duduk ini sebenarnya tidak dikenal dalam ilmu kedokteran secara resmi.
Menurut Dr. dr. Vito Damay, Sp.JP(K), M.Kes, seorang dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, angin duduk adalah istilah awam yang merujuk pada angina pectoris. Angina pectoris adalah kondisi ketika aliran darah menuju otot jantung berkurang akibat penyempitan pembuluh darah koroner. Banyak orang sering keliru menyamakan angin duduk dengan serangan jantung, padahal keduanya berbeda. Serangan jantung terjadi ketika aliran darah ke jantung benar-benar terhenti, sedangkan angina adalah kondisi berkurangnya aliran darah yang menyebabkan nyeri dada.
Memahami perbedaan istilah dan gejala sangat penting agar penanganan medis dapat dilakukan dengan tepat dan tidak menimbulkan kesalahan yang berbahaya. Salah pengertian bisa menyebabkan penanganan yang tidak sesuai dan memperburuk kondisi pasien.
Beragamnya pandangan tentang masuk angin juga tercermin dari cara masyarakat mengobatinya. Beberapa pengobatan yang dilakukan oleh individu atau keluarga bisa sangat beragam dan unik. Misalnya, ada yang menggosokkan kotoran sapi pada perut anak balita yang masuk angin, atau ada petani yang mengonsumsi minuman ringan (soft drink) sebagai obat masuk angin. Namun, pengobatan yang paling populer dan dilakukan secara komunal di kalangan masyarakat Jawa adalah kerokan.
Kerokan dilakukan dengan menggosok kulit tubuh menggunakan koin dan minyak gosok atau bahan sejenis. Tujuannya adalah untuk menimbulkan rasa hangat pada tubuh. Dalam perspektif budaya Jawa, kerokan dianggap mampu membantu melancarkan peredaran darah dan menghilangkan gejala masuk angin. Namun, dari sisi medis, kerokan dapat merusak kulit dan pembuluh darah.
Menurut dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, Ade Median Ambari, pengobatan masuk angin dengan kerokan tidak dianjurkan terutama jika gejala yang muncul merupakan tanda serangan jantung. Kondisi tersebut sebenarnya merupakan gangguan fungsi pompa jantung, sehingga membutuhkan penanganan medis yang serius, bukan kerokan.
Dalam praktiknya, cara kerokan bervariasi, misalnya mulai dari punggung atas hingga pinggang, atau dengan posisi koin yang dimiringkan. Atik menambahkan bahwa kerokan yang dilakukan dengan rasa sakit berlebihan justru tidak efektif. Sebaliknya, kerokan yang dilakukan dengan tepat dianggap bisa membantu melancarkan peredaran darah dan meningkatkan suhu tubuh. Prinsip pengobatan ini sebenarnya sejalan dengan pola pikir sehat dan sakit dalam budaya Jawa, meskipun tidak berdasar pada ilmu medis modern.
Secara keseluruhan, masuk angin merupakan fenomena yang berada di persimpangan antara ilmu kedokteran dan budaya. Masyarakat Indonesia mengenal masuk angin tidak hanya sebagai kondisi fisik, tetapi juga sebagai bagian dari tradisi dan keyakinan yang memengaruhi cara mereka merasakan dan mengatasi gangguan kesehatan. Pemahaman yang tepat tentang fenomena ini penting agar masyarakat dapat menyeimbangkan antara pengetahuan medis dan kearifan budaya dalam menjaga kesehatan.
Simak Juga : WNI Meninggal Setelah Makan Kentang Bertunas, Ini Kata Dokter